Inspirasi Pemuda: Kisah Putra Khalifah Harun Ar-Rasyid
PARAZOOMERS- Menilik kisah putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, Ahmad Zahid bin Harun Ar-Rasyid yang mendapat panggilan As-Sabti meninggalkan kehidupan dunia yang fana (tidak abadi), berbeda dengan putra Khalifah Harun Ar-Rasyid lainnya.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!As-Sabti memiliki nasab Ahmad bin Harun Ar-Rasyid bin Muhammad Mahdi bin Ibn Ja’far Al-Manshur bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, yang satu garis keturunan dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kisah As-Sabti
Al-Kisah, mengutip dari buku Mati itu Spektakuler karya Khawaja Muhammad, pemuda ini sering mengunjugi makam untuk menyapa dan mengatakan, ”Engkau telah melalui kehidupan yang fana (tidak abadi), telah meninggalkan dunia yang tidak memberikan kedamaian. Karena engkau sekarang sudah mencapai kubur, aku hanya ingin mengetahui apa yang terjadi padamu dan pertanyaan apa yang harus kalian jawab.”
Suatu hari, ia pernah mengenakan pakaian dengan kain kasar sampai-sampai pekerja berkata, “Ia telah menghina ayahnya sendiri.” Lalu pekerja meminta Khalifah untuk memperbaiki penampilannya. Kemudian Khalifah berkata kepadanya, “Engkau telah merendahkanku, anakku.”
As-Sabti tidak menjawab dan menunjuk seekor burung liar yang hinggap di dekat situ, seraya berkata, “Demi Allah, aku memintamu datang dan hinggap di atas lenganku.” Burung yang ia tunjuk olehnya langsung hinggap di atas lengannya. Lalu ia meminta burung itu pergi, dan pergilah burung itu.
Kemudian As-Sabti berkata kepada ayahnya, “Ayah sungguh terpikat dengan dunia dan itu membuatku malu, sudah aku putuskan untuk berpisah dengan Ayah.” Ia pergi meninggalkan tempat itu, sembari membawa Al-Quran.
Sebelum meninggalkan istana, Khalifah memberinya cincin lewat ibunya, untuk dapat dijual jika keadaan mendesak. As-Sabti menuju Kota Baghdad, dan bekerjalah ia sebagai buruh.
As-Sabti mendapat julukan demikian karena ia bekerja hanya pada hari Sabtu dan selebihnya ia gunakan untuk beribadah. Pemuda zuhud ini bekerja satu hari untuk mencukupkan kebutuhannya selama seminggu. Ia memperoleh satu rupee (nama mata uang) lebih sedikit untuk mempertahankan hidup.
Suatu saat, seseorang bernama Abu Amir Basri mencari seseorang yang bisa membenarkan salah satu dinding rumahnya yang runtuh. Ia melihat pemuda tampan sedang duduk sembari membaca Al-Qur’an. Kemudian ia menawarkan pekerjaan kepadanya, “Maukah kau bekerja untukku?”, kemudian As-Sabti berkata, “Tentu, manusia dilahirkan untuk mendapat nafkah dari keringatnya sendiri. Apa yang bisa kulakukan untukmu?”
Abu Amir berkata, “Aku ingin kamu mengaduk semen.” As-Sabti menyetujui, “Baik, aku meminta satu rupee untuk upahku, dan aku tidak bekerja selama waktu sholat.”
Abu Amir menyadari pekerjaan yang pemuda lakukan itu akan berat jika sepuluh orang mengerjakannya, maka dari itu ia memberi lebih banyak dari yang ia tetapkan di awal. Tetapi As-Sabti menolak dan langsung pergi dengan mengambil jumlah sesuai syarat kesepakatan.
Keajaiban yang Dimiliki As-Sabti
Karena penasaran dengan pemuda itu, Abu Amir mencari As-Sabti pada hari Sabtu. Ia melihatnya membaca Al-Qur’an seperti biasanya, dan bertanya apakah mau bekerja lagi untuknya atas dasar syarat kesepakatan biasanya.
As-Sabti menyetujuinya dan bekerja untuk Abu Amir sekali lagi. Karena hal itu, Abu Amir penasaran dengan cara As-Sabti menyelesaikan banyaknya pekerjaan yang telah diselesaikan anak itu. Ia melihat bagaimana pemuda itu merekatkan adukan semen ke dinding, ternyata batu-batu yang ada di tanah menyusun dengan sendirinya.
Abu Amir meyakini bahwa As-Sabti pastilah pemuda yang saleh, karena hanya merekalah yang memiliki kekuatan ghaib dalam pekerjaannya. Setelah As-Sabti selesai dengan pekerjaannya, Abu Amir memberinya tiga rupee untuk hasil jerih payahnya.Namun, pemuda itu menolak serta menegaskan kalau ia tidak membutuhkan upah tambahan. Pemuda itu mengambil satu rupee seperti biasanya kemudian pergi.
Kepergian As-Sabti
Abu Amir menunggu Hari Sabtu lagi. Akan tetapi ia tidak menemui pemuda itu seperti biasa ia mendapatkannya. Kemudian, Abu Amir mendapatkan informasi bahwa As-Sabti sedang sakit. Tidak ada sumber pasti untuk menyebutkan berapa lama pemuda itu sakit.
Abu Amir menemui As-Sabti yang tertidur di atas tanah dengan berbantalkan sepotong batu bata. Abu Amir mengangkat kepalanya dan meletakkannya di pangkuannya. Hal itu membuat As-Sabti marah dan berkata, “Jangan terbuai dengan tipu kenyamanan duniawi! Kehidupan akan segera berakhir dan kita akan segera berpisah dengan kenyamanan itu. Ketika melihat manusia meninggal dunia, peringatkan kamu sendiri juga, bahwa suatu hari kamu juga akan menemuinya.”
“Jika aku telah meninggal, tolong mandikan aku dengan baik dan kuburkan aku setelah membungkus badan ini dengan pakaian yang sedang aku kenakan,” (Ini juga yang disampaikan Abu Bakar As-Shiddiq ketika akan menemui ajalnya)
“Berikanlah cincin ini kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid. Beri tahu kepadanya supaya berhati-hati dengan kelalaian dan kematian,” lanjutnya sekali lagi.
Baca Juga: Inilah Tips Menjadi Pemuda yang Rajin Sholat
Setelah mengatakan itu, As-Sabti meninggalkan dunia. Abu Amir baru menyadari ternyata selama ini pemuda itu adalah pangeran. Abu Amir melaksanakan dengan baik perintah pemuda itu dengan membawa cincin ke hadapan Khalifah.
Ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid melihat cincin Abu Amir berikan, lantas Khalifah bertanya, “Di mana pemilik cincin ini?”, Abu Amir menjawab, “Ia telah meninggal, Khalifah.” Seketika itu juga Khalifah bangkit dan menghantam tubuhnya sendiri ke tanah lalu menangis, “Apakah kamu tahu di mana makamnya?” tanya Khalifah. Abu Amir menjawab, “Aku yang menguburnya.” “Apakah kamu yang memandikannya?” Abu Amir mengangguk. Khalifah menyentuh tangan Abu Amir dan menggenggamnya erat ke dadanya.
Syair Khalifah Harun Ar-Rasyid kepada As-Sabti
Setelahnya, Abu Amir menemani Khalifah Harun Ar-Rasyid mengunjugi makam anaknya itu seraya melantunkan syair:
Betapa besar keinginanku
Berjumpa dengan sang pengembara yang tak akan pernah kembali
Kematian terlalu dini, menjemputnya
Engkau adalah cahaya kedua mata ini
Hatiku tergetar oleh cintamu
Dan ayahmu ini aku akan segera merasakan
Cawan kematian dalam usia uzurnya
Sedang engkau dalam usia mudamu mendahului merasakannya
Cepat atau lambat siapapun harus menerima cawan itu
Di mana pun ia berada, di hutan atau di kota
Kita hanya dapat memuji Tuhan
Dan Dialah yang menentukan perilaku kita
Hikmah dari kisah seorang yang zuhud ialah tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Dunia seperti jembatan untuk dilalui, bukan untuk mendirikan istana di atas jembatan. Bagaimanapun, setiap hamba Allah akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat nanti.